Latest News

Ilmu Bahagia

ILMU BAHAGIA


Mengapa kebanyakan orang ketika memakan sebuah pisang akan membuang kulitnya? Selain lantaran kita tidak menyukainya, ini lantaran kita bisa memisahkan kulit dari buah pisangnya. Andaikata kita tidak bisa memisahkannya, tentu kita tidak akan mengupas dan membuangnya.

Salah satu pola sesuatu yang tidak bisa kita  buang ialah rasa pahit dari jamu ketika kita meminumnya, tanpa merusak esensi dari khasiat jamu tersebut. Tetapi dengan teknologi sekarang, rasa pahit jamu juga sudah bisa dibuang, sehingga muncul produk jamu yang sudah tidak pahit lagi rasanya.

Tahukah anda bahwa, ketika anda bisa memisahkan kebahagian dengan keinginan serta hasrat untuk mencapainya, maka anda akan mencapai kebahagiaan yang sejati? Dikatakan kebahagiaan sejati lantaran tidak dipengaruhuhi oleh situasi atau kondisi apapun.  Kebahagiaan tanpa syarat dan anda sendiri yang menentukannya, dengan seijin Tuhan SWT.

Sebagaimana anda memisahkan pisang dan kulitnya untuk mendapatkan rasa pisang yang sejati, maka anda bahwasanya anda juga bisa mengalami kebahagiaan sejati dengan memisahkan rasa senang dari hasrat dan keinginan yang menyertainya, serta membuangnya.

Apakah itu mungkin?

Kebanyakan orang merasa belum senang kalau belum mempunyai apa yang menjadi inginkan. Mereka belum merasa senang kalau belum mencapai kondisi yang mereka harapkan. Merasa duka ketika belum punya rumah, belum mempunyai pekerjaan yang bagus, belum punya istri, anak atau belum menjabat sebagai Walikota.

Maka untuk mewujudkan kebahagian mereka itu, muncullah keinginan, hasrat dan nafsu untuk mewujudkannya. Apa  terjadi ketika leinginan, hasarat dan nafsu muncul? Ada dua hal yang akan terjadi.

Yang pertama ialah dikala anda belum mencapainya. Ketika belum mencapainya anda belum merasa bahagia. Yang menjadi dilema adalah, begitu banyak keinginan yang anda miliki. Akibatnya muncul banyak kondisi yang membuat anda tidak bahagia, lantaran anda belum mencapai apa yang anda inginkan.  Saking banyaknya, tanpa terasa kehidupan anda hanya dipenuhi oleh rasa tidak puas, lantaran terus menerus mengejar keinginan dan hasrat yang tidak akan pernah selesai.

Jadi kapan anda akan merasa bahagia?

Mungkin keinginan anda tidak sebanyak itu. Betul, sayangnya ketika seseorang telah mencapai keinginannya, biasanya keinginannya itu akan meluas. Dulu mengkin anda hanya ingin mendapatkan penghasilan 5 juta per bulan, tiba tiba merasa bahwa itu sudah tidak cukup lagi. Yang dulu mungkin sudah sangat bersyukur ketika menjadi Walikota, kemudian meluas keinginannya untuk menjadi menteri atau wakil presiden.

Dan ketika kebahagiaan sudah anda raih, lantaran sudah mempunyai apa yang anda inginkan, maka ada ketidak bahagiaan selanjutnya yang menghadang, yaitu rasa khawatir kehilangan. Rasa khawatir kehilangan yang sangat menguras energi anda. Rasa khawatir yang mungkin bisa mengganggu kehidupan serta kesehatan anda sehingga mengakibatkan penderitaan yang berkepanjangan.

Padahal tidak ada sesuatu yang langgeng di dunia kecuali perubahan itu sendiri. Artinya kehilangan itu cepat atau lambat juga akan anda alami. Kehilangan itu niscaya akan menimpa anda, lantaran apa yang anda miliki itu akan hilang, pergi atau berganti. Dan dikala kehilangan. Anda pun akan didera ketidakbahagiaan.

Itulah sebabnya,  jika anda bisa menghilangkan hasrat anda untuk mempunyai apapun sebagai syarat kebahagiaan anda, maka kebahagiaan akan muncul begitu saja.  

Apa yang terjadi ketika seorang laki laki meminang calon istrinya, dan pihak Istri menunjukkan berbagai persyaratan sebagai maharnya?  Semakin banyak dan semakin sulit  persyaratannya, semakin sulit laki laki itu untuk menikahi calon istrinya. Demikian pula ketika anda membebani diri anda sendiri dengan begitu banyak syarat  yang sulit untuk dipenuhi, untuk bahagia. Maka kebahagiaan juga akan sulit anda rasakan.

Syarat syarat untuk senang itu menyerupai dinding yang menghalangi anda untuk masuk ruang kebahagiaan. Dan dinding itu anda sendiri yang membuatnya. Dan pintu pintu pitu yang terkunci, juga anda sendiri yang menciptakannya. Bukankah lebih baik anda hiangkan semua penghalang itu? Sehingga dengan gampang anda memasuki ruang kebahagiaan anda.

TANPA KEINGINAN ORANG TIDAK AKAN BERUSAHA

Tetapi, bukankah tanpa keinginan dan hasrat, kita juga tidak akan berusaha untuk mencapai apapun? Bukankah tanpa cita cita dan hasrat, insan menjadi kehilangan kemanusiaannya?
Kita mungkin sudah menyaksikan, banyak orang yang sebelumnya sangat bersemangat, tiba tiba sakit sakitan ketika pensiun. Karena sudah menjadi kodrat insan untuk bergerak dari satu pencapaian ke pencapaian selanjutnya. Karena tanpa harapan, biasanya orang tidak akan bertahan hidup lebih usang lagi.

SEBUAH PARADOX TENTANG BAHAGIA

Paradox ini, yang harus kita pahami, semoga kita tidak terjebak oleh hasrat dan keinginan yang selalu harus dipenuhi untuk bahagia. Itulah sebabnya leluhur kita mempunyai kearifan untuk mengatasi paradox yang selalu menghantui kehidupan ini.  Mereka menjabarkan kearifannya dalam menghadapi paradox itu dalam  bentuk petuah yaitu “narimo ing pandum” (Menerima Nasib). Narimo ing pandum mereka wujudkan dalam bentuk rasa tulus dan syukur.

Sayangnya petuah ini sering dipahami sebagai “pasrah” dalam konotasi pasif. Padahal Narimo ing pandum itu, bersifat aktif. Narimo ing Pandum memisahkan antara rasa senang dengan hasrat dan keinginan yang menyertainya. Ketika hasrat dan keinginan tercapai, mereka merasa bersyukur. Ketika tidak tercapai, mereka tetap tulus dan bersyukur.

Mereka tetap mendapatkan dengan penuh tulus apa pun yang diberikan oleh “Gusti Kang Murbeng Dumadi” (Tuhan  Yang Maha Mencipta). Dengan pemahaman ini, mereka masih tetap berusaha dan berkarya. Narimo ing pandum itu bukan berarti pasif, tetapi aktif. Manifestasinya ialah dengan cara melepaskan semua ego.

MELEPAS EGO DAN BAHAGIA

Ketika kita melepas semua hasrat dan keinginan, maka apa pun yang terjadi kita tetap bahagia. Tetapi melepas hasrat dan keinginan berarti kita tidak akan konstribusi terhadap kehidupan. Tentu saja ini bertentangan dengan rasa  kemanusian kita. Padahal mengikuti setiap hasrat dan keinginan, akan menghalangi kebahagiaan anda secara permanen.

Cara mengatasi Paradox itu ialah dengan  melepas ego kita.

Lepaslah ego anda untuk memiliki, dipuji, dibenarkan, riya, menguasai, sombong, cari perhatian atau hasrat untuk terkenal. Dengan melepas ego , walaupun kita masih mempunyai hasrat serta keinginan, kita tidak akan kecewa ketika hasrat itu tidak terpenuhi.

Anda masih bisa berprestasi, dan mempunyai konstribusi terhadap kemanusiaan, tetapi tetap damai dan bahagia.

Ketika kita bisa menolong tanpa rasa pamrih
Ketika kita bisa berprestasi tanpa mengharap pujian
Ketika kita mengajar tanpa keinginan untuk dihormati
Ketika kita berkonstribusi tanpa keinginan untuk dihargai
Ketika kita melaksanakan yang terbaik tanpa membandingkan

Maka senang akan tiba begitu saja
Hanya dengan mengambil keputusan
Bahagia
Sekarang juga
Tanpa syarat

Handoyoputro








0 Response to "Ilmu Bahagia"